Metode dan Teknik Penelitian Sastra

Sejumlah metode yang dapat digunakan dalam penelitian sastra memiliki kedudukan dan kualitas yang sama. Pemilihan metodenya bergantung pada tujuan

Sastra merupakan sebuah fenomena unik dan kompleks yang memiliki kedalaman makna berlapis-lapis. Oleh karena itu setiap penelitian yang hendak dilakukan memerlukan kedalaman yang menuntut adanya sebuah metode. Keberhasilan suatu penelitian ditentukan melalui bagaimana seorang peneliti memilih metode.

Secara etimologi metode berasal dari kata "methodos" (Latin), sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata "meta" dan "hodos".

Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, dan arah. Dalam pengertian yang lebih metode dianggap sebagai cara-cara, strategi,  untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkah rangkaian sebab-akibat berikutnya  (Endraswara, 2009 : 34).

Metode dan Teknik Penelitian Sastra
Ilustrasi: Erol Ahmed (Unsplash)

Sejumlah metode dapat digunakan dalam penelitian sastra, diantaranya: metode intuitif, metode hermeneutika, metode formal, analisis isi, dialektik, deskriptif analisis, deskriptif komparatif, dan deskriptif induktif.

Setiap metode memiliki kedudukan dan kualitas yang sama. Penggunaannya bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Hal yang membedakan adalah kualitas penelitian yang dihasilkan oleh masing-masing peneliti. Berikut uraian selengkapnya.

1. Metode Intuitif

Metode yang pertama ialah metode intuitif. Metode ini sudah dikenal sejak lama saat manusia mulai mengenal sastra.

Para filsuf Yunani sudah menggunakan metode ini untuk memahami karya sastra. Karya sastra sebagai produk budaya dapat dipahami dengan pikiran dan perasaannya, yaitu dengan intuisi, penafsiran, unsur-unsur¸ sebab-akibat, dst.

Ciri khas metode ini adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimbangan antara individu dengan alam semesta.

Dikaitkan dengan zamannya jelas metode intuitif memiliki hubungan erat dengan Hermeneutika. Sebagai metode berpikir, intuisi, dan kontemplasi justru dimanfaatkan oleh manusia modern, dalam rangka memanfaatkan metode-metode modern.

2. Metode Hermeneutika

Pada dasarnya medium dari suatu pesan ialah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Jadi, penafsiran disampaikan lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri.

Karya sastra perlu ditafsirkan sebab karya di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.

Dikaitkan dengan fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra.

Karya sastra memiliki ruang-ruang kosong yang harus diisi dengan penafsiran. Makin besar karya sastra, makin banyak penafsiran yang dapat dilakukan.

Menurut Ricoeur (Sumaryono, 1999: 111), terdapat tiga langkah pemahaman yang patut ditekankan, diantaranya adalah:

Pertama, berlangsung mulai penghayatan simbol-simbol tentang “berpikir dari” simbol-simbol tersebut.

Kedua, pemberian makna simbol dan penggalian makna yang tepat. Ketiga, berpikir filosofis, yaitu menggunakan simbol sebagai titik tolaknya.

Ketiga langkah tersebut tidak akan terlepas dari pemahaman semantik, refleksi, dan eksistensial.

Langkah semantik adalah pemahaman tingkat bahasa murni. Pemahaman refleksi adalah pemahaman yang mendekati tingkah ontologism. Pemahaman eksistensial adalah pemahaman tingkat being (keberadaan) makna itu sendiri.

Metode ini tidak mencari makna yang benar, melainkan mencari makna yang paling optimal. Dalam menginterprestasi, untuk menghindarkan keterbatasan proses interpretasi, peneliti meski memiliki titik tolak yang jelas.

Penafsiran terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda. Keragaman padandangan pada gilirannya memnimbulkan kekakayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika.

3. Metode Kualitatif

Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungan dengan konteks keberadaannya. Cara-cara inilah yang mendorong metode ini dianggap sebagai multimetode, sebab pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan.

Dalam penelitian sastra akan melibatkan pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada, termasuk usnur-unsur kebudayaan pada umumnya.

Ciri-ciri terpenting metode kualitatif adalah, sebagai berikut:

  1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.
  2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.
  3. Tidak ada jarak antara subyek dengan penelitian, subjek peneliti sebagai insturmen utama, sehingga tejadi interakhis langsung di dalamnya.
  4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka
  5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.

4. Metode Formal

Secara etimologi formal berasal dari kata "forma" (Latin) yang berarti bentuk, wujud. Metode ini menganalisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk yang terkandung dalam karya sastra.

Jumlah, jenis, dan model unsur-unsur yang dianalisis tergantung ciri-ciri karya sastra dan tujuan penelitian.

Metode ini tidak bisa dilepaskan dari teori strukturalisme. Esensi metode ini adalah teori strukturalisme dalam sejarahnya. Ciri metode ini adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan antar unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya.

Metode formal memandang bahwa kesluruhan aktivitas kultural memiliki dan terdiri atas unsur-unsur. Oleh karena itu metode formal dapat diterapkan ke dalam berbagai disiplin ilmu.

Selain ke-empat metode yang umumnya digunakan oleh peneliti, selanjutnya akan dijelaskan secara lebih spesifik mengenai metode penelitian sastra serta objek analisisnya.

MetodeObjek-Objek Analisis
Analisis isiSeberapa banyak sesuatu terjadi dalam sebuah rangkaian teks
SemiotikaMakna sebuah teks atau sebuah rangkaian teks
Analisis naratifStruktur naratif sebuah teks atau sebuah rangkaian teks
Studi genreSekelompok teks untuk jenis yang sama atau genre

5. Analisis Isi

Analisis isi berhubungan dengan penghitungan fenomena di dalam teks. Analisis isi termasuk bagian dari “metode kuantitatif” karena melibatkan penghitungan dan penjumlahan fenomena.

Namun dapat juga digunakan untuk mendukung kajian-kajian mengenai sesuatu yang sifatnya lebih “kualitatif”.

Analisis isi, menurut Krippendorff (1980) adalah sebuah metode simbolik karena digunakan untuk meneliti materi (teks) yang bersifat simbolik.

Dalam melaksanakan analisis isi, terdapat banyak pekerjaan interpretatif yang harus dilakukan, yang bersandar pada pengetahuan peneliti mengenai teks yang sedang diteliti.

Analisis isi memungkinkan anda untuk menghasilkan fakta-fakta dan angka-angka yang dapat digunakan sebagai bukti argumen anda. Anda bisa menghitung jumlah kisah, jumlah citra, atau kejadian-kejadian yang disebutkan oleh subjek-subjek tertentu.

Analisis isi bersifat fleksibel, kreatif, dan mudah dilaksanakan oleh seorang peneliti pemula sekalipun.

Teknik analisis isi meliputi serangkaian tahapan yang mesti dilalui oleh seorang peneliti dalam melakukan penelitian.

Tahapan Dalam Penerapan Teknik Analisis Isi

  1. Menyusun hipotesis
  2. Membaca sebanyak mungkin,
  3. Mendefinisikan objek analisis,
  4. Mendefinisikan kategori-kategori,
  5. Membuat sebuah lembar koding untuk merekam temuan-temuan,
  6. Menguji kategori-kategori koding,
  7. Mengumpulkan data,
  8. Menjumlahkan temuan-temuan anda,
  9. Menafsirkan data,
  10. Menghubungkan kembali dengan pertanyaan,
  11. Menampilkan temuan-temuan
  12. Menganalisis dan membahasnya,
  13. Menjumlahkan persentase, dan mengkombinasikan analisis isi dengan metode-metode lain.

Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat tiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Krippendorff, 1991: 15).

Dalam melakukan analisis isi, minat dan pengetahuan analis menentukan konstruksi konteks untuk menarik inferensi.

Klasifikasi Analisis Isi

Janis (1965) mengajukan klasifikasi analisis isi sebagai berikut:

1. Analisis isi pragmatis adalah prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin.

2. Analisis isi semantik adalah prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya.

a. Analisis penunjukan menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. Analisis ini secara kasar disebut analisis pokok bahasan.

b. Analisis pensifatan menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk.

c. Analisis pernyataan menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakterisasikan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis tematik.

3. Analisis sarana tanda adalah prosedur yang mengklasifikasikan isi menurut sifat psikofisik dari tanda.

Sejalan dengan hal tersebut Holsti (1969) menempatkan data dalam konteks komunikasi antara pengirim dan penerima pesan dan memandang analisis isi dalam kaitannya dengan tiga tujuan pokok, yaitu:

  1. Mendeskripsikan karakteristik-karakteristik komunikasi dengan mengajukan pertanyaan apa, bagaimana, kepada siapa sesuatu dikatakan.
  2. Membuat inferensi-inferensi mengenai anteseden-anteseden komunikasi dengan mengajukan pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan kenapa sesuatu dikatakan.
  3. Membuat inferensi-inferensi mengenai akibat-akibat komunikasi dengan mengajukan pertanyaan akibat apa yang akan terjadi jika sesuatu dikatakan.

Langkah-langkah analisis isi secara sederhana dapat dimulai dari pembentukan data, unitisasi, sampling, pencatatan, reduksi data, penarikan inferensi, dan analisis.

6. Semiotika

Semiotika (secara harfiah berarti “ilmu tentang tanda”) bermanfaat pada saat kita ingin menganalisis makna teks. Semiotika semula diturunkan dari buku karya Ferdinand de Saussure yang berjudul Course in General Linguistics.

Saussure merasa yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistem tanda”.

Roland Barthes kemudian mengembangkan gagasan-gagasan Saussure itu menjadi lebih luas lagi.

Semiotika adalah salah satu metode yang paling interpretative dalam menganalisis teks dan keberhasilan maupun kegagalannya sebagai sebuah metode bergantung pada baik tidaknya peneliti dalam mengartikulasikan masalah yang mereka teliti.

Tahapan Dalam Teknik Analisis Semiotika

  1. Mendefinisikan objek analisis,
  2. Mengumpulkan teks,
  3. Menjelaskan teks,
  4. Menafsirkan teks,
  5. Menjelaskan kode-kode kultural,
  6. Membuat generalisasi,
  7. Membuat kesimpulan,
  8. Mengombinasikan semiotika dengan metode analisis lainnya.

7. Analisis Naratif

Stokes (2006: 72) menjelaskan bahwa dalam analisis naratif, kita mengambil keseluruhan teks sebagai objek analisis, berfokus pada struktur kisah atau narasi.

Analisis naratif adalah sebuah metode yang kuat untuk menganalisis teks. Analisis naratif dapat dijadikan cara untuk meneliti sebuah teks dan menemukan ideologi di balik struktur sastra.

Tahapan Dalam Teknik Analisis Naratif

  1. Memilih teks dengan cermat,
  2. Mengakrabi teks tersebut dengan membacanya berulang kali,
  3. Mendefinisikan hipotesis,
  4. Menuliskan kerangka alur seperti tergambar di dalam teks,
  5. Menggunakan garis besar alur dan menuangkan kisahnya secara kronologis, Mengidentifikasi keseimbangan pada awal dan akhir teks,
  6. Mendefinisikan karakter sesuai dengan fungsi mereka di dalam alur,
  7. Mengaitkan temuan-temuan dengan hipotesis.

8. Studi Genre (Untuk Kajian Film)

Dalam kajian-kajian film, penelitian genre mengkaji film dengan menghubungkannya pada film-film yang lain dalam genre yang sama.

Film-film sering dikaji berdasarkan genrenya: musikal, barat, komedi romantis, dan lain-lain.

Genre adalah sebuah kategori semiotik yang di dalamnya terdapat kode-kode dan konvensi-konvensi yang dimiliki oleh film-film dalam sebuah genre yang sama, misalnya unsur-unsur seperti lokasi, gaya, dan lain-lain.

9. Metode Penelitian Sastra Lisan

Dapat dikatakan bahwa penelitian mengenai sastra lisan tidak memiliki peminat yang banyak, akan tetapi biasannya penelitian yang dihasilkan akan sangat spektakuler, terlebih jika dibimbing oleh dosen yang memang ahli di bidangnya.

Dalam metode penelitian sastra lisan terdapat teknik pengumpulan data yang berupa pencatatan, perekaman, wawancara, pengamatan berperan serta, dan analisis dokumen.

Kalau dahulu perekaman hanya menggunakan tape recorder, sekarang kita bisa menggunakan handycam atau kamera digital atau kamera handphone. Secara sederhana, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah

  1. Perekaman sastra lisan dalam seni pertunjukan atau tradisi lisan
  2. Pengumpulan data berupa komentar pemilik sastra lisan dengan wawancara dan observasi partisipasi,
  3. Transkripsi rekaman sastra lisan dan data berupa fragmentasi hasil wawancara dan observasi partisipasi,
  4. Apresiasi bersama-sama tentang hasil rekaman.

10. Metode Grounded Research

Daymon dan Holloway (2008: 180-181) mendefinisikan grounded research sebagai sebuah pendekatan yang refleksif dan terbuka, di mana pengumpulan data, pengembangan konsep-konsep teoretis, dan ulasan literatur berlangsung dalam proses siklis (berkelanjutan). Ada tiga aspek yang membedakan grounded research dengan pendekatan lainnya, yaitu:

  1. Peneliti mengikuti prosedur analitik sistematik dalam sebagian besar pendekatan. Grounded research lebih terstruktur dalam proses pengumpulan data dan analisisnya.
  2. Peneliti memasuki proses riset dengan membawa sesedikit mungkin asumsi.
  3. Peneliti tidak semata-mata bertujuan untuk menguraikan atau menjelaskan tetapi juga mengonseptualisasikan. Mereka akan berupaya keras untuk menghasilkan dan mengembangkan teori.

Pendekatan grounded research memungkin kita untuk melakukan riset prosesual, yaitu riset yang berfokus pada “rangkaian peristiwa, tindakan, dan aktivitas individual maupun kolektif yang berkembang dari waktu ke waktu dalam konteks tertentu.

Grounded research berpotensi memberi pemahaman tentang lahirnya suatu karya sastra, seperti bagaimana Laskar Pelangi ditulis oleh Andrea Hirata.

Prosedur Penelitian Menggunakan Metode Grounded 

Secara sederhana, penelitian sastra dengan metode grounded dilakukan melalui prosedur sebagai berikut.

  1. Peneliti menentukan persoalan yang ingin diketahui.
  2. peneliti bertanya kepada para pengarang tersebut mengenai makna karya itu beserta seluk- beluk segala hal yang berhubungan dengannya.
  3. Peneliti membangun kategori-kategori berdasarkan hasil (data).
  4. Peneliti mencoba memahami teks atas dasar kategori dan mencatat beberapa permasalahan yang tidak terjelaskan.
  5. Peneliti kembali ke lapangan, artinya kembali berhubungan dengan pengarang dengan tujuan menemukan pemikiran pengarang yang mungkin sengaja disembunyikan.
  6. Setelah mendapat hasil berupa data dari langkah 5, peneliti kembali ke teks untuk memahami teks itu atas dasar tambahan pengetahuan yang baru diperolehnya.
  7. kalau langkah 6 telah menghasilkan pemahaman yang menyeluruh mengenai teks sastra, Penelitian dapat langsung dilanjutkan dengan membuat laporan penelitian, akan tetapi jika tidak, peneliti harus kembali lagi ke lapangan menghubungi pengarang.

11. Metode Kritik Sastra Feminis

Kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, dan disepelekan oleh tradisi patriarchal yang dominan (Djajanegara, 2003: 27).

Kritik sastra feminis yang paling banyak digunakan adalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra dan stereotip wanita dalam karya sastra.

Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.

Kritik sastra feminis ragam lain adalah kritik yang mengkaji penulis-penulis wanita. Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tulisan wanita.

Di samping itu, dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu organisasi, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. Jenis kritik sastra feminis ini dinamakan ginokritik yang mengkhususkan pada masalah perbedaan.

Ginokritik mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti apakah penulis-penulis wanita merupakan kelompok khusus dan apa perbedaan antara tulisan wanita dan pria?

Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra feminis Marxis meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.

Pengkritik feminis mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas.

Kritik sastra feminis psikoanalitik diterapkan pada tulisan-tulisan wanita karena para feminis percaya bahwa wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.

Menurut Djajanegara (2003: 51-53), langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam melakukan kritik sastra feminis adalah:

  1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita dalam sebuah karya sastra.
  2. Mencari kedudukan tokoh-tokoh itu dalam masyarakat.
  3. Mencari tahu tujuan hidupnya.
  4. Mencari tahu perilaku dan wawasan tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan oleh pengarang.
  5. Memperhatikan pendirian dan ucapan tokoh wanita yang bersangkutan.
  6. Meneliti tokoh lain terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati.
  7. Mengamati sikap penulis karya yang sedang kita kaji.

Analisis isi adalah metode paling empiris dalam analisis tekstual, yaitu sebuah metode yang bersandar pada pengumpulan informasi numerik mengenai teks yang diteliti. Analisis isi semestinya digunakan jika objek analisis adalah beberapa jenis teks dan pertanyaannya adalah tentang kuantitas.

Jika kalian tertarik untuk meneliti makna suatu teks atau citra, semiotika lebih tepat digunakan. Metode ini memungkinkan anda mengembangkan penafsiran sendiri terhadap objek analisis dengan memecahkan atau menjabarkan teks menjadi komponen-komponen unit makna.

Semiotika sering digunakan bersama-sama analisis isi untuk mendapatkan suatu analisis yang mendalam dari serangkaian teks, analisis isi dapat memberikan suatu nilai terhadap seberapa banyak sesuatu terjadi, sedangkan semiotika memasok sejumlah penafsiran.

Jika anda tertarik untuk meneliti sifat kisah yang diceritakan mengenai suatu tokoh, metode yang bagus untuk digunakan adalah analisis naratif. Jika minat anda terutama berfokus pada alur atau garis besar cerita, semestinya anda memilih analisis naratif.

Artikel ini diinsprasi oleh modul dan pembahasan yang ditulis oleh DR. M. RAFIEK, M. PD (Universitas Lambung Mangkurat) dan juga Ahmad Bahtiar, M. Hum (Universitas Pamulang)

Demikian Artikel kali ini semoga bermanfaat dan dapat memudahkan pembaca dalam memulai suatu penelitian sastra. Jika ada hal yang kurang jelas, mari diskusikan bersama melalui kolom komentar, atau bisa menghubungi admin dengan mengakses halaman kontak.

Daftar Pustaka:

Bahtiar, A. (2013). Metode Penelitian Sastra. Tangerang Selatan: Universitas Pamulang.

Daymon, Christine dan Holloway, Immy. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif. Terjemahan oleh Cahya Wiratama. Yogyakarta: Bentang.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Holsti, O. R. 1969. Content Analysis for the Social Sciences and Humanities. Reading, MA: Addison-Wesley.

Janis, I. L. 1965. The Problem of Validating Content Analysis. Dalam H. D. Lasswell dan kawan-kawan (Eds.)., Language of Politics. Hal. 55-82. Cambridge: MIT Press.

Krippendorf, Klaus. 1980. Content Analysis, An Introduction to Its Methodology. California: Sage Publications Ltd.

Rafiek, M. (2011). Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Paper presented at the Pencerapan Teknik dan Metode Penelitian Palangkaraya. 

Stokes, Jane. 2006. How To Do Media and Cultural Studies. Terjemahan oleh Santi Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang.

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Baca Juga:

Tentang Penulis

Hidup adalah untaian makna dari kata yang ditulis semesta

Posting Komentar

Mari kita diskusikan bersama...
Gunakanlah kata-kata yang sopan, dengan tidak menggunakan unsur-unsur kekerasan, sara, dan menyudutkan seseorang. Terima Kasih
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
[]