Pengaruh Sosial Budaya Banten Terhadap Perubahan Kompleks Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah peninggalan sejarah Islam yang
sampai saat ini masih ada di kota Serang. Masjid Agung Banten diyakini sebagai
pusaka bagi tanah Jawa dari masa awal kedatangan Islam, khususnya bagi
kerajaan-kerajaan Islam yang mengikutinya. Awalnya, Banten diberkati dengan
kelimpahan tanaman lada yang menjadi daya tarik bagi bangsa asing, khususnya
orang Eropa. Banten, terletak strategis
di sebelah barat Pulau Jawa.
Banten dikenal memiliki banyak tahapan perkembangan budaya yang menarik; Budaya Hindu sebelum 1525, kemudian menjadi bagian penting dari penyebaran Islam di Jawa Barat dan Kesultanan Islam Banten didirikan pada 1527 di Banten Lama. Pada tahun 1832, pusat pemerintahan Banten dipindahkan ke Serang dari Banten Lama oleh Belanda, karena kekuasaan mereka telah ditingkatkan di Banten.
Kompleks Masjid Agung Banten adalah ikon dengan signifikansi historis yang besar, bukti penting dari kehadiran Kesultanan Banten di Banten Lama. Pada tahun 1945 pemerintah Indonesia memutuskan untuk 'mengaktifkan kembali Masjid dengan memberikan lebih banyak warna dalam perubahan dan perkembangan di sekitar kompleks, terutama arsitektur, desain interior, dan keadaan sosial yang saling mempengaruhi.
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dan dimaksudkan untuk meninjau perubahan Kompleks Masjid Agung Banten sebagai bukti nyata dari perkembangan masyarakat dan lingkungan pada khususnya dan perkembangan Banten secara umum.
Kesimpulannya, pengaruh sosial-budaya yang merupakan dua elemen dasar pendukung bangunan cagar budaya Kompleks Masjid Agung Banten tidak mungkin dipisahkan, karena merupakan identitas peradaban di Banten. Kedua, masalah sosial budaya telah mengubah komponen kompleks Masjid Agung Banten, baik secara fungsi maupun makna.
Oleh karena itu ia
menghasilkan budaya yang dinamis yang perlu menerima reformasi. bijak untuk
memungkinkannya diidentifikasi secara lokal dan internasional. Makalah ini, mudah-mudahan, akan muncul
situasi di mana artefak sejarah akan mendapatkan apresiasi yang tepat dari
pembuat kebijakan serta semua orang lain untuk perbaikan di masa depan.
Banten dikenal memiliki banyak tahapan perkembangan budaya yang menarik; Budaya Hindu sebelum 1525, kemudian menjadi bagian penting dari penyebaran Islam di Jawa Barat dan Kesultanan Islam Banten didirikan pada 1527 di Banten Lama. Pada tahun 1832, pusat pemerintahan Banten dipindahkan ke Serang dari Banten Lama oleh Belanda, karena kekuasaan mereka telah ditingkatkan di Banten.
Kompleks Masjid Agung Banten adalah ikon dengan signifikansi historis yang besar, bukti penting dari kehadiran Kesultanan Banten di Banten Lama. Pada tahun 1945 pemerintah Indonesia memutuskan untuk 'mengaktifkan kembali Masjid dengan memberikan lebih banyak warna dalam perubahan dan perkembangan di sekitar kompleks, terutama arsitektur, desain interior, dan keadaan sosial yang saling mempengaruhi.
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dan dimaksudkan untuk meninjau perubahan Kompleks Masjid Agung Banten sebagai bukti nyata dari perkembangan masyarakat dan lingkungan pada khususnya dan perkembangan Banten secara umum.
Kesimpulannya, pengaruh sosial-budaya yang merupakan dua elemen dasar pendukung bangunan cagar budaya Kompleks Masjid Agung Banten tidak mungkin dipisahkan, karena merupakan identitas peradaban di Banten. Kedua, masalah sosial budaya telah mengubah komponen kompleks Masjid Agung Banten, baik secara fungsi maupun makna.
Sejarah Masjid Agung Banten
Animisme adalah salah satu kepercayaan paling awal di
Indonesia, yg menghormati alam dan meyakini bahwa segala sesuatu di alam
memiliki semangat dan kekuatan. Namun, sejak kedatangan berbagai bangsa asing ke
negara ini dan menyebarkan iman mereka melalui budaya mereka, orang Indonesia
mulai percaya pada tuhan.
Agama-agama,Hindu-Buddha, Islam dan Kristen
(Protestan dan Katolik) memengaruhi budaya lokal indonesia, khususnya
Hindu-Buddha dan Islam. Pengaruh agama di Indonesia menyatu ke dalam berbagai
aspek kehidupan seperti seni, hubungan sosial, dan arsitektur. Islam adalah
agama mayoritas di Indonesia dan masjid adalah bangunan umum di daerah mana
pun, dengan berbagai gaya arsitektur, design masjid-masjid ini tergantung pada
banyak faktor seperti pengaruh teknologi, politik, sosial, dan budaya Islam
datang ke indonesia dari berbagai negara termasuk arab dan cina.
Secara umum ada
tiga teori penyebaran islam di indo, teori gujarat, teori arab, dan teori
cina. Semua orang eropa, portugis,inggris
dan belanda pertama kali datang ke indo melalui banten, dan belanda adalah yang
paling menguasai Indonesia selama lebih dr 300 tahun, mereka memberi pengaruh
besar pada banyak aspek kehidupan di indonesia. Belanda membangun perusahaan
dagang di asia timur bernama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada 1602
di banten dan menyebar ke seluruh indo hingga 1799 dengan monopoli perdagangan
rempah-rempah.
Jatuhnya Kerajaan majapahit di Jawa Timur, kemenangan Kesultanan
Demak di Jawa Tengah, dan jatuhnya Kerajaan Padjajaran adalah bagian dari
sejarah Kesultanan Banten. Kesultanan
Banten meminta bantuan dari Sunan Gunung Jati salah satu wali atau orang saleh
di Jawa, untuk menaklukkan Banten Girang sebagai pusat Banten yang, pada waktu
itu, di bawah Kerajaan Padjadjaran.
Banten Girang atau Wahanten Girang berjarak
13 km dari banten lama dan diambil alih oleh islam pada tahun 1525. Ketika
kekuatan demak berkurang, banten berkembang secara bertahap. sunan gunung jati mempercayakan kekuasaan
kepada putranya, Maulana hasanudin. Pada
waktu itu, banten secara resmi dipisahkan dari demak menjadi kota islam merdeka
dan maulana hasanuddin sebagai sultan pertama kesultanan banten.
Secara
umum, sebuah kota islam selalu memiliki 'alun-alun' yang dikenal sebagai
alun-alun kota dan komponen pendukung lainnya seperti istana yang disebut
keraton, yang disebut pasar, masjid agung, dan sekolah agama yang disebut
madrasah. Komponen pendukung selalu memiliki lokasi spesifik, istana berada di
selatan alun-alun kota, pasar di utara, masjid besar di barat dan sekolah agama
yang tidak jauh dari kompleks masjid. Inti makalah ini adalah kompleks masjid
agung banten sebagai bangunan warisan islan dari periode wali, yang disebut
masjid tradisional indonesia.
Era
perubahan di banten tentunya memberi pengaruh pada aktivitas budayanya dan juga
penampilan bangunan-bangunan di kompleks masjid agung banten, terutama pada
bangunan utama masjid agug sebagai ruang keagamaan. Bangunan tiyamah tempat pertemuan diadakan
berfungsi sebagai ruang sosial sedangkan area kuburan dengan makam kerajaan
berfungsi sebagai perwujudan dari tradisi budaya.
Perubahan Kompleks Masjid Agung Banten
Selama Periode Islam ke Masa Pasca Kolonial: Masjid Agung
Banten awalnya dibangun sebagai bangunan yang meningkat pada saat itu, ketika
banyak orang masuk Islam. Selain itu,
masjid ini digunakan untuk tujuan sosial yaitu sebagai titik pertemuan, membuat
musyawarah di antara imam, atau sebagai fasilitas istirahat bagi pedagang
muslim asing. Dalam desain, Masjid Agung Banten memiliki bentuk khusus, yang
mencakup masjid tradisional Indonesia.
Secara
umum, bentuk masjid tradisional Indonesia memiliki pengaruh budaya dari budaya
dan agama Hindu-Budha. Ini dimaksudkan
untuk pendekatan psikologis pada orang-orang yang baru belajar Islam yang
sebelumnya menganut Hindu-Buddha sebagai sisa-sisa dari kerajaan Hindu
Padjajaran.
Bentuk persegi dan desain
sederhana dari tata letak masjid memiliki kesamaan dengan tempat keagamaan
mereka sebelumnya, dan atap berjenjang memiliki kesamaan dengan kuil hindu yang
disebut Pura, yang masih ada di Bali dan memiliki nilai filosofi sebagai
representasi Meru, gunung suci di Hindu.
Dalam pendekatan
Islam, Ada fakta bahwa bentuk segitiga atap Masjid Agung Banten mewakili
kepercayaan Islam, mengatakan bahwa di atas segitiga adalah tempat Allah Yang
Maha Perkasa. Ini berarti bahwa 'semakin
tinggi dibangun, semakin dekat kita dengan pencipta.
Seiring berjalannya waktu, perubahan keadaan
sosial dan budaya Banten, serta agama, juga dipengaruhi oleh keadaan politik
pada waktu itu. Perubahan-perubahan itu
mulai berlaku pada bangunan-bangunan di kompleks Masjid Agung Banten.
Pada
awalnya, Kesultanan Banten memiliki hubungan timbal balik dengan Belanda,
sampai Belanda bernama Hendrick Lucazoon Cardeel menjadi arsitek bangunan
bergaya lndis di sisi selatan tiyamah masjid agung. Bangunan dengan gaya Belanda dikenal sebagai
Indische style atau 'gaya indis' Indische menjadi istilah untuk orang Eropa
yang tinggal di Indonesia dan telah dicampur dengan sosial-budaya lokal.
Indische terkait dengan masalah hibrida atau budaya campuran yang menunjukkan
proses sejarah di Indonesia terutama di Jawa.
Perubahan juga terjadi ketika Banten Lama sepi, kondisinya telah dihapus
dari perhatian publik. Itu ditinggalkan
pada tahun 1832 karena sistem pemerintahan diubah oleh Belanda, dari Kesultanan
menjadi ‘Keresidenan’ dan pusat kegiatan Pemerintah dipindahkan ke Serang. Pada tahun 1945, ketika Indonesia mendapatkan
kemerdekaan dari Belanda dan pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengaktifkan
kembali Banten Lama, mereka menemukan bahwa tata ruang masjid besar itu tampak
berbentuk persegi panjang, dengan ukuran 25x19 meter.
Berbeda dengan bentuk masjid kuno lainnya
yang biasanya berbentuk bujur sangkar.
Ini terjadi karena interior masjid terbagi oleh pawastren area sholat
untuk wanita dan makam selatan dengan sebelas makam di dalamnya, namun tidak
ada catatan dalam sejarah ketika makam itu dibangun. Disarankan bahwa makam itu mungkin dibangun
setelah penghancuran Kesultanan Banten oleh Belanda.
Namun, ada informasi tentang pewastren, yang
dibangun antara tahun 1580 hingga 1586;
pada saat tempat Sultan Maulana untuk memenuhi kebutuhan umat Islam untuk
kegiatan keagamaan Muhammad. Ada daerah
makam kerajaan di sisi utara Masjid Agung Banten, memiliki makam yang disebut
'cungkub Hasanuddin.
Cungkub telah ada di sana sejak Sultan Maulana Hasanuddin
wafat pada tahun 1570. Seorang pakar filologi dari Bantenologi mengatakan bahwa
pada awalnya daerah di sekitar cungkub tidak memiliki atap dan lantainya tidak
ditutupi oleh ubin, tetapi aktivitas ziarah di utara makam telah meningkat setiap hari Ini mungkin
adalah alasan untuk renovasi di teras dan di daerah sekitar cungkub ditutupi
oleh ubin putih dan coklat; semata-mata
bertujuan untuk membuat pengunjung nyaman.
Situasi ini dapat dicatat sebagai bukti bahwa Kesultanan Banten pertama
adalah orang yang sangat dihormati dan karismatik yang menembus batas sejarah,
hingga saat ini.
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kompleks Masjid Agung Banten
(+) Faktor Budaya
Budaya Jawa Pada Arsitektur Masjid Agung Banten :
Pada Masjid Agung Banten terdapat sebuah pendopo di sebelah selatan masjid, yang pada budaya jawa berfungsi untuk tempat berkumpul, musyawarah, dan segala aktivitas yang lebih profan (tidak bersangkutan dengan agama), meskipun memiliki fungsi yang lebih profane, pendopo ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya, sesuai nilai-nilai Islam.
Pada pendopo ini terdapat umpak batu andesit berbentuk labu ukuran besar yang terdapat pada tiap dasar tiang masjid dan juga pendopo digambarkan sebagai simbol pertanian untuk mengingatkan serta menunjukkan kemakmuran kesultanan Banten lama pada masanya. Umpak tersebut semakin memperkuat nuansa budaya jawa. Pengaruh budaya jawa ini tentu dibawa oleh arsitek bernama Raden Sepat.
Budaya Cina Pada Arsitektur Masjid Agung Banten :
Pengaruh budaya Cina yang paling terasa pada Masjid Agung
Banten ialah bentuk atap dari bangunan utama masjid. Atap dari masjid ini
memiliki lima susun atap. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek
Ban Tjut.
Makna dari lima susun atap tersebut adalah rukun Islam, namun yang
menarik pada atap ini adalah dua tumpukan atap yang paling atas seakan terpisah
dengan tiga tumpuk lainnya, hal ini mengesankan dua tumpukan atap tersebut
digambarkan sebagai mahkota dari Masjid Agung Banten.
Budaya Belanda Pada Arsitektur Masjid Agung Banten :
Pada sisi timur masjid terdapat sebuah menara yang mirip
mercusuar menjadi ciri khas Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur
masjid, menara ini terbuat dari batu bata, dengan diameter bagian bawahnya
kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga
yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu
orang.
Dari atas menara ini, dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan
perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5
km. Dahulu, selain digunakan sebagai tempang mengumandangkan azan, menara ini
juga digunakan sebagai tempat menyimpan senjata. Penggunaan menara pada masjid
pada kala itu sebenarnya belum ada di pulau Jawa, ini merupakan pengaruh dari
budaya Belanda yang dibawa oleh Arsitek Hendrik Lucaz Cardeel.
Kesimpulan
Penelitian ini memberikan gambaran tentang kondisi kompleks
masjid Agung Banten yang dapat menjadi identitas budaya Indonesia. Masjid Agung Banten telah mengalami perubahan
dalam bentuk bangunannya sebagai budaya berwujud dan aktivitas tradisi sebagai
budaya tidak berwujud. Sayangnya, saat
ini nilai eksklusif dan sakral telah dihancurkan.
Ini adalah dampak yang dihasilkan dari
kurangnya kebijakan pemerintah dan tindakan mengenai bangunan cagar
budaya. Meskipun artefak sejarah
dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia, nomor lima tahun 1992 tentang warisan dan pelestarian budaya,
tindakan dan kebijakan dikatakan kurang substansial mengingat pembongkaran
nilai-nilai eksklusif dan sakral.
Mungkin saja bangunan bersejarah mengalami perubahan dan berkembang
melalui pengaruh sosial, teknologi, ekonomi, dan politik.
Namun, pengaruh ini dapat mengubah tujuan
budaya asli, seperti kegiatan keagamaan berubah menjadi kegiatan tradisi dan
mungkin untuk menghapus orisinalitas bangunan dengan nilai historis jika
ditangani tanpa perasaan. Kompleks ini,
sebagai bangunan warisan dan budaya, adalah dua elemen yang tidak dapat
dipisahkan karena keduanya bertindak sebagai landasan untuk mendukung identitas
budaya suatu bangsa dan sebagai cermin peradabannya.
Download Dalam Bentuk Makalah
Daftar Pustaka :
- Article by Tessa E.K.A Darmayanti and Azizi Baharudin., The Influence of Social-Culture of Banten Towards The Changes Of Banten Great Mosque Complex, Adv. Environ. Biol., 9(4), 226 229, 2015.
- https://seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-A-365-368-Masjid-Agung-Banten-Perpaduan-Tiga-Budaya-dalam-Satu-Arsitektur.pdf
- http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/537/
Jangan sekali-kali melupakan sejarah :)
BalasHapusJangan sekali-kali melupakan sejarah
BalasHapusThanks
BalasHapus