Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya Bagi Masyarakat di Era Globalisasi
Pancasila merupakan dasar Negara bagi Negara kita. Sebagai dasar Negara, Pancasila lahir berdasarkan nilai-nilai budaya yang terkandung sejak zaman nenek moyang kita dahulu. Nilai-nilai tersebut lahir dan melekat secara tidak sengaja pada nenek moyang kita.
Pancasila itu terdiri dari Panca dan Sila. Nama Panca diusulkan oleh Ir. Soekarno sedangkan nama Sila diusulkan oleh salah seorang ahli bahasa. Pancasila dirasakan sudah sempurna dan mencakup segal aspek pada Bangsa Indonesia.
Setelah puluhan tahun lahirnya Pancasila dari tahun 1945 hingga saat ini, Negara di dunia mengalami pengembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan. Masuknya era globalisasi menjadikan bangsa dunia hampir tidak memiliki batas.
Dampak baik dan buruknya globalisasi tentunya mari kita kaji bersama dengan melandaskan Pancasila sebagai pedoman hidup masyarakat Indonesia dalam menghadapi segala permasalahan seiring perkembangan zaman. Kondisi bangsa saat ini mencerminkan adanya penyimpangan dari Pancasila dan tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya.
Namun masih ada upaya pelurusan kembali terhadap nilai-nilai Pancasila. Kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia di era
globlalisasi, mengharuskan kita untuk melestarikan nilai-nilai Pancasila, agar generasi penerus bangsa tetap dapat menghayati dan mengamalkannya dan agar intisari nilai-nilai yang luhur itu tetap terjaga dan menjadi pedoman bangsa Indonesia sepanjang masa.
Ideologi Pancasila dalam pemikiran radikal dan revolusioner Perlu kita renungkan, Pancasila sebagai dasar Negara diwarnai oleh ketegangan, konflik, dan consensus bersama. Kondisi bangsa Indonesia yang dimasa kolonial selalu menempatkan warga Nusantara sebagai pihak yang terkalahkan banyak menginspirasi perumusan Pancasila.
Para pendiri bangsa berhasil keluar dari rutinitas pandangan hidup bangsanya melalui penalaran dan kontemplasi yang brilian (Hariyono, 2014).
Kelemahan bangsa Indonesia yang nampak dalam menghadapi penguasa kolonial adalah lemahnya persatuan bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada pada masyarakat sering dijadikan media pecah belah oleh penguasa kolonial.
Warga pribumi di nusantara belum merasa dan menyadari dirinya sebagai sesama bangsa yang senasib dan seperjuangan. Sehingga beberapa tokoh pergerakan nasional, mulai
dari Tan Malaka, Hatta dan Soekarno, melihat bahwa rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa inilah yang harus dikembangkan.
Perlakuan ketidakadilan yang diterima masyarakat nusantara menginspirasi adanya penghormatan terhadap ketidakadilan masyarakat pribumi yang diperlakukan tidak manusiawi menuntut adanya penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Secara kodratnya manusia memiliki hak dan martabat yang sama.
Setiap bentuk pemikiran, sistem hingga tindakan yang tidak menghargai dimensi kemanusiaan dan keadilan bertentangan dengan prinsip Pancasila. Di alam prinsip Pancasila tidak membeda-bedakankan manusia berdasarkan agama, ras, warna kulit atau budaya. Pandangan Pancasila mengakui adanya pluralisme yang memungkinkan berkembangnya suatu nasionalisme yang inklusif.
Kehidupan masyarakat yang cukup memprihatinkan dari masyarakat pribumi akibat pemiskinan dan pembodohan oleh sistem kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme. Hanya melalui sistem yang humanis dan adil masyarakat Indonesia berpeluang untuk memperoleh kemakmuran.
Masyarakat yang adil dan makmur bukanlah suatu mimpi yang diwujudkan tanpa dasar. Pancasila dirintis untuk menggapai tatanan masyarakat yan adil dan makmur.
Untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmurakan terwujud jika masyarakat Indonesia terus mewarisi dan mengembangnkan nilai-nilai luhur yang digali dari dari sumber religiusitas.
Eksisitensi Tuhan sudah dikenal oleh masyarakat nusantara dengan segala istilah dan ajaran. Toleransi terhadap perbedaan sikap banyak dijunjung oleh nenek moyang nusantara.
Berbagai nilai-nilai dasar tersebut mulai dirintis oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional. Pada saat Soekarno menyebutkan dan merumuskan dasar Negara yang ditawarkan dalam siding BPUPKI tidak ada hadirin yang menolak. Berbagai nilai luhur tersebut sudah sudah ada dan hidup di masyarakat nusantara serta diperkaya dengan pemikiran dunia yang modern.
(Baca Selengkapnya/Download File Jurnal, melalui tautan dibawah ini)
Ideologi Pancasila dalam Perspektif Global
Pancasila merupakan dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar Negara, Pancasila dijadikan sebagai dasar dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara diwujudkan dalam hukum nasional Indonesia, dimana Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Indonesia. Sedangkan sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila dijadikan sebagai tuntunan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Puisi Tentang Upaya Mempertahankan Bahasa Indonesia, Beserta Analisisnya
Pancasila Sebagai Ideologi
Ideologi memainkan peranan yang penting dalam proses dan memeliara integrasi nasional, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia (Ubaidillah, 2000). Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan ‘logos’ berarti ilmu. Kata idea sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk. Selanjutnya ada kata ‘idein’ yang artinya melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-ita yang bersifat tetap itu yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham (Kaelan, 2005).
Kaelan (2005) menyatakan bahwa ideologi sebagai pandangan masyarakat memiliki karakteristik: (a) ideologi sering muncul dan berkembang alam situasi kritis; (b) ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam, dan terprogram; (c) ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan; (d) ideologi memiliki pola pemikiran yang sistematis; (e) ideologi cenderung eksklusif, absolute dan universal; (f) ideologi memiliki sifat empiris dan normatif; (g) ideologi dapat dioperasionalkan dan didokumentasikan konseptualisasinya; (h) ideologi bisanya terjadi dalam gerakan-gerakan politik.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana idelogi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan lain perkatan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila (Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007).
Ideologi berkaitan dengan tertib sosial, dan tertib politik yang ada, berupaya untuk secara sadar sisteatis mengubah, mempertahankan tertib masyarakat. Suatu pemikiran mendalam, menyeluruh, menjadi ideologi apabila pemikiran, gagasan-gagasan tersebut secara praktis difungsikan ke dalam lembaga-lembaga politik suatu masyarakat, suatu bangsa, suatu Negara (Suparlan, 2012).
Pancasila sebagai ideologi nasional mengatasi faham perseorangan, golongan, sukubangsa, dan agama. Sehingga semboyan ‘Bhineka Tungga Ika’ diterapkan bagi segala masyarakat Indonesia dalam kesatuan yang utuh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional berupaya meletakkan kepentingan bangsa dan Negara Indonesia ditempatkan dalam kedudukan utama di atas kepentingan yang lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia, tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang haus dilaksanakan secara berkesinambungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai bangsa Indonesia yang harus diimplementasikan dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Globalisasi
Globalisasi merupakan gejala mengglobalnya sosio-cultural antar bangsa sehingga kultur antar bangsa di dunia seolah-olah melebur menjadi kultur dunia (global). Akibatnya hubungan antar bangsa
semakin dekat.
Globalisasi biasa dikait-kaitkan dengan kemajuan teknologi informasi, spekulasi dalam pasar uang, meningkatnya arus modal lintas Negara, pemasaran massal, pemanasan global, era perusahaan multinasional hilangnya batas-batas antar Negara dan kian melemahnya kekuasaan Negara (Budiono, dalam Suparlan 2012).
Arus globalisasi tidak mungkin dihentikan. Berjalannya globalisasi tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penyebabnya. Dampaknya juga tidak bisa dihindarkan. Bagi masyarakat, bangsa dan Negara.