AS Serang Tiga Situs Nuklir Iran, IAEA: Tak Ada Bukti Pengembangan Senjata Nuklir di Iran

Admin Tweet Ilmu

Sumber Gambar: Antara

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu (22/6) mengumumkan serangan udara besar-besaran terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran. Dalam pidatonya, Trump mengucapkan terima kasih tak hanya kepada militer AS dan para jenderalnya, tetapi juga kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu — sosok yang empat tahun lalu sempat ia cela secara terbuka.

"Perdana Menteri Bibi Netanyahu dan saya bekerja sebagai satu tim yang mungkin belum pernah ada sebelumnya," kata Trump dalam pidato yang disiarkan secara nasional. “Kami telah menempuh jalan panjang untuk menghapus ancaman mengerikan ini terhadap Israel.”

Serangan AS terhadap situs Fordow, Natanz, dan Isfahan dilakukan dengan bom penghancur bunker, menyusul sembilan hari serangan rudal Israel terhadap Iran. Langkah militer ini menjadi eskalasi dramatis setelah upaya diplomatik yang sempat dijajaki Trump bulan lalu.

Netanyahu: “Trump Akan Dicatat Sejarah”

Menanggapi serangan tersebut, Netanyahu menyampaikan pujian tinggi terhadap mitranya dari Washington. “Keputusan berani Anda untuk menargetkan fasilitas nuklir Iran akan mengubah sejarah,” kata Netanyahu dalam pernyataan video.

“Dalam aksi malam ini, Amerika telah melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh negara lain di Bumi,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Trump telah bertindak melawan “rezim paling berbahaya di dunia dan senjata paling berbahaya di dunia.”

Namun, klaim soal ancaman nuklir Iran masih diperdebatkan. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan badan intelijen AS sebelumnya menyatakan tidak menemukan bukti bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir.

Hubungan yang Naik Turun

Kedekatan antara Trump dan Netanyahu sudah terbentuk sejak masa jabatan pertama Trump (2017–2021). Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv, dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Ia juga menjadi tuan rumah Perjanjian Abraham, yang menormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Arab.

Namun, relasi keduanya memburuk pasca Pemilu AS 2020. Dalam wawancara dengan jurnalis Israel Barak Ravid, Trump mengungkapkan kekecewaannya setelah Netanyahu memberi ucapan selamat kepada Joe Biden. “Persetan dengan dia,” ujar Trump kala itu.

Meski demikian, dinamika geopolitik tampaknya telah memaksa keduanya kembali bersatu.

Dari Negosiasi ke Perang

Awal tahun ini, Trump sempat menjajaki negosiasi nuklir diam-diam dengan Iran melalui mediasi Oman. Bahkan, ia sempat meminta Netanyahu menunda serangan ke Iran guna memberi waktu pada proses diplomasi.

Namun, serangan udara Israel pada 13 Juni menewaskan ilmuwan dan komandan militer Iran, menyulut krisis baru. Awalnya, pejabat AS menyebut serangan itu “sepihak”. Tapi dalam waktu kurang dari sepekan, Trump mengubah posisi.

Pada 21 Juni, Trump memerintahkan serangan militer AS terhadap situs nuklir Iran. Ia menyatakan bahwa fasilitas tersebut "hancur total", dan kembali mengisyaratkan bahwa jalur diplomatik masih terbuka — namun dengan ultimatum dua minggu kepada Teheran.

Dampak Politik di Dalam dan Luar Negeri

Langkah Trump telah memecah pendukungnya sendiri di dalam negeri, terutama kalangan konservatif MAGA (Make America Great Again) yang menginginkan pendekatan non-intervensi. Di luar negeri, serangan ini dipandang sebagai aliansi militer strategis AS-Israel dalam menghadapi Iran, sekaligus menjadi titik balik baru dalam konflik Timur Tengah.

Dengan hubungan yang kembali hangat, Trump dan Netanyahu kini berdiri kembali di garis depan konfrontasi terhadap Teheran — dua pemimpin, satu koalisi, dan satu pesan: kekuatan militer sebagai jalan menuju “perdamaian”.

Baca Juga:

Posting Komentar

Mari kita diskusikan bersama...
Gunakanlah kata-kata yang sopan, dengan tidak menggunakan unsur-unsur kekerasan, sara, dan menyudutkan seseorang. Terima Kasih
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
[]