Cerpen Akhir Kisah Sang Pengagum Jarak

Ketika cinta tak lagi bernyawa, segenap pikiran dipenuhi prasangka, melapukan hati yang setia, menodai rasa yang sempurna
"Ketika cinta tak lagi bernyawa, segenap pikiran dipenuhi prasangka, melapukan hati yang setia, menodai rasa yang sempurna."

Itulah suasana hati yang dapat menggambarkan suasana hati yang diiringi rasa kecewa sang tokoh utama, cerpen ini merupakan lanjutan dari 2 buah cerpen sebelumnya, yang pertama berjudul Pengagum Jarak, kemudian cerpen yang kedua berjudul Ironi Sang Pengagum Jarak.

Buat kalian yang ingin mendownload cerpen ini dalam bentuk PDF, silahkan Klik DOWNLOAD. semoga menginspirasi :)


PROLOG

Hadirnya  cinta merupakan sebuah kejutan rasa yang sulit terdefinisikan dengan kata, membuat dunia laksana surga yang menunjukkan pesonanya, meski tak ada jaminan berakhir dengan sempurna, tetapi apa daya, rasa itu mampu merayu diri, entah sementara, bahkan selamanya.
Akhir Kisah Sang Pengagum Jarak

Berawal dari senyuman yang mampu masuk kedalam jiwa, lalu mengetuk hati, yang berujung pada romantisme cinta. Semua itu tersusun dan tertulis rapih dalam sebuah catatan lusuh berisikan tentang cerita masa lalu. Banyak orang bilang, buat apa menengok kebelakang, sekedar melihat sebuah kenangan, bukankah bumi terus berputar dan waktu terus berjalan? Huft, rasanya mereka tak mengerti, bahwa kenangan itu juga bagian dari pengalaman, yang paling tidak, membantu kita dalam menata kehidupan masa depan.

Mulai dari awal pertemuan, sampai menjalin sebuah hubungan, tentu hal itu merupakan sebuah perjalanan panjang, yang sayang jika tidak diabadikan dalam sebuah lukisan kata yang mengandung estetika.

UNGKAPAN RASA

Pagi ditanggal 8 Juni, merupakan awal lembaran kisah cinta kami dimulai, masih dapat kuingat betapa bahagianya hari itu, sampai-sampai aku merasa bahwa matahari pun juga ikut tersenyum dari singgasana nya, Gita… engkau sukses memberikan ku kado spesial yang selalu aku tunggu di hari ulang tahunku, 20 tahun sudah aku hidup, dan baru kali ini aku percaya bahwa bidadari itu nyata, senyumannya yang aduhai itu, membuat siapapun yang melihatnya, ketagihan, bahkan ingin terus melihatnya tersenyum.

Masih teringat bagaimana rasa yang selama ini kupendam, bahkan ku tutup rapat-rapat, justru sejak saat itu hati mulai memberontak, memberikan kekuatan kepada ego untuk mengeksekusi ungkapan cinta yang suci, bahkan kedutaan Amerika serikat pun menjadi saksi bagaimana dua insan manusia saling berjanji, untuk terus bersama, kini dan nanti.

"Sejak dari awal aku ketemu kamu, aku merasa ada sesuatu hal yang muncul dari dalam diri ku, ada rasa yang tak mampu digambarkan oleh kata, yang mampu menggetarkan cara ku dalam berbicara, aku, Rangga, suka sama kamu gita, aku sayang  sama kamu, mau gak kamu menyatukan perasaan kita, ke dalam suatu hubungan istimewa? Mau gak kamu jadi pacar aku?" 

Kira kira begitulah kalimat yang aku deklarasikan di depan gita, melihat sorot matanya saat itu, tidak ada keraguan bagi ku, untuk percaya bahwa dia juga mencintaiku.

Mulai saat itu aku sepakat, bahwa jatuh cinta itu seperti layaknya meminum suplemen, menambah hasrat, menambah semangat. Hari-hari setelah nya rasa bahagia mulai berdatangan, mereka berbondong-bondong menitipkan efeknya kepada kita berdua, dan jujur saat itu aku berharap bahwa cinta tidak terburu-buru menunjukkan efek sampingnya, karena aku masih ingin menulis soal rasa, anugerah sang pencipta.

HADIRNYA RASA KECEWA

2 Bulan telah berlalu, perputaran waktu terus menggebu, menciptakan catatan dimensi masa lalu, hari itu aku ingat sekali, aku duduk ditemani secangkir kopi, sambil melihat langit yang sedang menggerutu dari sela-sela jendela. Rintikan hujan, awan hitam, menghiasi pemandangan.

Huh, bagaimana cara aku untuk meluruskan pandangan, menjauhkan kekeliruan, tentang jarak dari sebuah hubungan, andaikan kamu tau bahwa kekasihmu ini sedang berjuang melawan dilema, dilema antara kecewa dan percaya, bagaimana tidak, 1 minggu yang lalu kita sudah membulatkan kalender untuk pertemuan, aku pikir perjalanan kita itu akan menjadi perjalanan menyenangkan dan penuh dengan kegembiraan, akan tetapi dirimu justru pergi bak ditelan bumi.

Aku yang sudah tak sabar menunggu hari dimana kita akan pergi, rela bangun pagi sekaligus rapih-rapih, karena aku pernah berjanji dalam hati untuk tidak membiarkan Gita menunggu. Kemeja biru, serta jeans hitam pun akan aku jadikan saksi pertemuan kami.

“Hai Gita, kamu udah siap siap belum?” sebuah pesan singkat aku kirimkan. 10 menit, 15 menit, tak ada balasan. “kemana dia ?”

Aku memilih untuk berpikir positif saja, karena itu adalah sebuah upaya untuk mengusir segala kekhawatiran.

Karena tidak mau membuang-buang waktu, pukul 7 aku sudah berpamitan dan menutup pintu, 2 buah tiket kereta api yang telah aku beli tak lupa aku masukan saku. 

Rasa khawatir terus menggerogoti pikiran ku, kembali aku rogoh ponsel pintar melihat notifikasi pesan, namun tetap sama bahwa tak ada balasan

“Gita… kamu dimana? Kamu gak lupain janji kita kan? Aku udah otw stasiun gambir loh” masih seperti pesan sebelumnya, tak ada balasan, bahkan ketika aku telpon pun hanya dijawab oleh sapaan operator. “Hmm, mungkin dia lagi sibuk dandan kali ya, makanya ponselnya gak aktif.”

“Git, nanti langsung masuk stasiun aja ya, aku pake kemeja biru, aku gak sabar pengen ketemu kamu, see you”

Kembali kulihat jam tangan, kali ini jarumnya berkata pukul 8, tapi… kemana gita, pesan ku pun belum dibaca, bahkan nomernya masih tidak aktif… padahal 30 menit lagi kereta tujuan jogjakarta akan berangkat.

Rasa gelisah mulai menyelimuti setiap ruang dalam pikiran, membayangkan kekecewaan yang mungkin saja akan datang. Melihat ke kanan, ke kiri, terus aku lakukan, seperti layaknya anak kecil tersesat di tengah jalan.

“Ah, kamu kemana sih, kamu kenapa?? Please jawab dong gita, jangan buat aku cemas!!”
_______________

Disela-sela penantian, aku justru tersentak kaget, karena ada seseorang yang menyapaku, yang setelah aku cermati ternyata teman SMA dulu.

“Kamu Rangga kan ya, yang dulu sekolah di SMA 68?”
“Hmm iya, kok kamu tau sih? Eh sebentar-sebentar kamu ini, kalo gak salah, shely kan ya?”
“Hehehe, kirain udah lupa”

“Yah enggak lah, aku pasti inget, masa lupa sama orang yang gaya rambutnya selalu bondol, eh tapi sekarang keliatan beda loh”
“Hahaha, iya dong, nih buktinya rambut aku udah panjang, dan sekarang tinggi kita setara, jadi gak ada alasan kamu ngata-ngatain aku pendek kaya dulu”

“hmm iya juga sih, oh iya kamu mau pergi kemana tuh, pake bawa koper segala”
“Aku mau pulang ke jogja, soalnya kan sekarang aku tinggal disana, biasalah abis main ke jakarta, eh itu kamu mau ke jogja juga” sambil melihat kearah tiket yang tengah dipegang rangga.

“Rencananya sih gitu, Cuma kayanya batal deh”
“Wah sayang banget… jadi beneran gak jadi nih? Itu sebentar lagi keretanya udah mau jalan loh”
“Iya kayanya gak jadi”

“Yaudah kalo gitu, kapan-kapan mampir kerumah aku ya, kalo lagi main ke jogja, see you” Ucap shely sambil berjalan menuju kereta Taksaka tujuan Jogjakarta.
_______________

Selepas shely pergi, aku kembali melihat ponsel, mengecek notifikasi, tak ada juga balasan dari gita

“Selamat git, kamu udah bikin aku kecewa”
Bahkan sejak saat itu keberadaan Gita pun masih penuh misteri, rumahnya ku kunjungi kini tak berpenghuni.

Hufffttt… rangga menghela napas sembil terus memperhatikan setiap rintik air hujan yang turun ke muka bumi, mencoba melupakan sebuah kenangan pahit, bahkan tiket kereta eksekutif yang terlanjur ia beli pun kini hanya bergeletak diatas meja, bahkan sudah layak dijadikan sebagai koleksi museum, karena telah menjadi saksi kisah suci yang mulai ternodai.

“Gita, aku memang kecewa, tapi aku juga rindu, aku selalu menunggu, jangan biarkan aku mati karena mu, tolong kabari aku, tolong” ketika hati mampu berkata, bahkan disaat kecewa telah menusuk dan membuat sesak di dada.

Orang bilang, jika kita jatuh cinta maka harus siap juga merasakan patah hati, itulah yang disebut konsekuensi. Tetapi masalah nya, tak ada yang bercerita, para sahabatnya pun tak mampu berkata, bahkan terkesan menghindar untuk sementara, baru saja aku senang karena dapat merengkuh hatinya, tapi justru sekarang dirundung rasa kecewa.

Masih memandang langit yang sama, masih terasa ada cinta yang luar biasa, namun yang hampa adalah dia, kembali menjadi bayangan, yang mungkin akan sirna, lenyap dari mata, lenyap membawa cinta, mengutus kecewa, tanpa bijaksana.

Ketika cinta tak lagi bernyawa, segenap pikiran dipenuhi prasangka, melapukan hati yang setia, menodai rasa yang sempurna.
_______________

Tok.. tok.. tok…

Lamunan ku sontak hilang, seiring suara ketukan pintu, tanda orang datang.

“Siapa ya ?” sambil berjalan ke arah pintu.
“loh risa, kok lo bisa kesini… yaudah sini kita ngobrolnya di dalem aja” sambil mempersilahkan risa untuk masuk menuju ruang tamu.

“kok bisa tau alamat gue, tau darimana ?”
“tau dari media sosial lo, maaf yah gue stalking”
“sebenernya tujuan lo apa nih kalo boleh tau”
“gue tuh mau ngabarin kalo Gita sekeluarga pindah ke luar negeri, orang tuanya yang memutuskan untuk tinggal disana”

“Loh kok bisa bisanya sih gak ngabarin gue dulu, sebenernya dia anggap gue sebagai pacarnya apa bukan sih..” Tegas Rangga
“Maaf ya rangga, gue disuruh Gita untuk tutup mulut Masalah kepindahan nya, Cuma gue juga gak tega sama lo” ucap risa sambil memegang tangan Rangga.

“hufft (menghela napas), jujur gue kecewa banget, tapi seenggaknya gue lega, dia baik baik aja, Cuma kayaknya hati gue yang gak baik”
“Cuma itu aja sih, yang mau gue omongin, kalau begitu gue pulang ya” ucap Risa sambil melepas genggaman nya ke Rangga
“hmm, oke”
_______________

Selepas Risa pamit, Rangga kembali duduk di tempat semula, dan kembali menatap keluar jendela, memandang langit yang tak lagi dihiasi awan gelap, kemudian lewat hati ia berkata “aku gak ngerti apa alasan kamu gak ngabarin soal kepindahan kamu keluar negeri, aku juga gamau memaksakan hubungan kita yang telah engkau tinggal pergi, tugas aku sekarang adalah menghapus rindu, dan terus menatap maju, yang berlalu biarlah sudah, mungkin ini adalah jalan terbaik untuk kisah kami berdua”
_______________

MELUPAKANMU

Perjalanan hidup ku kini menemukan babak baru, sakit hati yang dulu sempat mendera, berangsur-angsur pulih seiring berjalannya waktu, semua ini berkat teman dan rutinitas yang padat, yang tidak menyisakan ruang untuk kembali bertemu menemui rindu.

2 tahun setelah putus dari Gita, kini sahabatnya Risa, mulai menaruh rasa simpatiknya kepadaku, lucu memang, ia datang untuk menghapus sebuah duka, sebagai pelipur lara dalam urusan cinta, namun rasa tidak bisa dipaksa, aku tidak menganggap nya sebagai orang yang aku cinta, aku juga tidak memiliki perasaan lebih dari sebatas teman, dan bagaimanapun aku tidak mau merusak hubungan persahabatannya dengan Gita. Aku rasa dia juga menyadari dan menghormati perasaan ku saat ini.

Matahari masih setia berhubungan dengan siang, dan malam juga masih didampingi bulan, mereka terus bersinergi, saling bergantian menghiasi langit bumi, jam dinding juga tanpa lelah menggerakkan setiap jarum nya, menunjukkan waktu, menjauhi hal yang telah berlalu.

“Wih Rangga, makan apa lo” ujar Reza Basa Basi.
“Biasalah”
“Rangga, Minggu depan kan udah mulai liburan semester, jalan jalan lah kita, bareng sama Roni, Bagas” ucap Reza.
“Hmm, pada mau kemana emang?” tanya Rangga.
“Ke Bandung, sekalian nyari cewe disana, hahaha” Jawab Reza.
“Yah Bandung, males gue ahh, gue kayanya mau ke jogja deh, mau nemuin seseorang”
“Waduhh, roman-romannya udah punya inceran baru nih”
“Hahahaha, gue mau nyari inspirasi judul skripsi disana”
“Bisa aja ngelesnya”
_______________

Bulan menunjukkan pesona nya, dengan memperlihatkan bulatan yang sempurna, sementara jangkrik beramai ramai bernyanyi, memecah keheningan malam yang sunyi. Sementara Rangga Masih dengan kebiasaan nya, memandang langit malam dipenuhi bintang bertaburan, ditemani pikirannya yang kini mulai menerobos ruang imajinasi yang pandai dalam membentuk kejadian yang belum terjadi. “Kira-kira kalo gue ke jogja ketemu shely gak ya… ahh ngapain juga gue pikirin, yang terpenting sekarang, gue harus liburan, melepas penat pasca rutinitas yang padat.”
_______________

Pagi harinya matahari pun menyapa melalui cahayanya yang masuk lewat jendela seraya berkata “Rangga Bangun, kutunggu kau dijogja”, tentu saja matahari tak pernah berkata kepada manusia, melainkan ia hanya menyapa dunia melalui sinar pesona nya, sementara burung-burung sibuk bernyanyi, ada juga yang terbang kesana kesini, sambil melirik suasana pagi.
Perjalanan menuju stasiun sepertinya tanpa kendala, wajar saja, hari ini bukan hari kerja, jadi kebanyakan mobil masih mematung di rumah orang kaya, menunggu sang majikan memberikan aba aba.

Suasana jakarta masih sama, masih dengan gedung-gedung pencakar langit nan megah, dilapisi dengan kaca, yang terkadang membuat silau mata karena cahaya.

“Makasih ya mas, ambil aja kembaliannya” kira-kira itulah kata yang aku ucapkan, sambil memberikan sedikit tip kepada sopir taksi yang tadi mengantarku pergi sampe sini. Sampai sudah aku di stasiun gambir, seketika pikiranku menerobos masa itu, sejumlah kenangan mulai hadir satu persatu, duduk persis ditempat yang sama seperti 2 tahun silam, ternyata membuka gerbang waktu untuk menengok masa lalu, stasiun ini menjadi saksi berakhir nya cinta suci. 

“Rangga… Rangga… mengapa engkau masih menyimpan rasa yang tak terduga, bukankah peristiwa itu sudah cukup buat kau terluka”
Aku menengok jam tangan kesayangan ku, yang pernah dibelikan Gita dulu. “tidak-tidak, aku pakai jam tangan ini bukan berarti aku masih mencintai, tapi aku hanya menghargai wanita yang pernah singgah di hati.”

*Bel stasiun berbunyi
“Kepada penumpang yang belum masuk kedalam rangkaian kereta, harap segera masuk, kereta Taksaka tujuan Jogjakarta akan segera diberangkatkan”

Seperti nya rangga tak mau berpikir panjang dan larut dalam kenangan kelam, ia segera memberikan tugas kepada kakinya untuk berjalan ke depan menuju rangkaian kereta yang sudah bertujuan.

Setelah mencari kursi sesuai dengan ketentuan, Rangga menaruh tas ranselnya kedalam bagasi yang telah disediakan, kemudian mencari posisi duduk ternyaman, mengingat perjalanan akan memakan waktu yang cukup panjang, kurang lebih 8 jam.

Tak lama kereta itu maju ke depan, menuju tujuan semestinya, sementara gerbong dengan 8 temannya itu saling bergandengan erat, menahan guncangan yang seringkali ditemukan ditengah jalan, “kompak sekali mereka susah senang bersama”

2 jam perjalanan aku lewati dengan mata terpejam, ketika membuka mata, aku terpesona dengan keindahan alam Indonesia, jujur aku jarang sekali melihat indahnya pemandangan alam, wajar, yang aku lihat di Jakarta kebanyakan hanya gedung bertingkat, yang dipenuhi pejabat dengan segala macam tipu muslihat, sementara di Banten, asap pabrik berkeliaran bebas diudara yang seakan membuat matahari berada sejengkal dari kepala, wajar jika disana sangat terik, bahkan matahari mampu membakar kulit.

Berhenti dari sebuah lamunan, kini aku beralih pada sebuah catatan, yang mungkin saja akan ada banyak cerita soal perjalanan, yang sayang jika tidak diabadikan dalam sebuah lukisan kata, yang bermakna.

Kereta taksaka terus melaju sesuai jalur, melewati jalan yang benar, tanpa berfikir untuk melintang ataupun mundur kebelakang. 

Sementara area persawahan masih terus ditemukan, menghijaukan mata menyejukan jiwa. Beberapa orang bilang, sebentar lagi kereta akan melewati Jembatan Progo, salah satu jembatan yang fenomenal, karena memiliki view yang luar biasa indahnya, ahh apa iya…. Benar ternyata. Kali ini penilaian orang-orang sangat objektif, sesuai fakta, tidak seperti manusia di dunia maya.

Tiba tiba masinis berkata, bahwa sebentar lagi kita akan sampai di tujuan akhir, yakni Yogyakarta, ngeri memang ketika menyebut nya sebagai tujuan akhir, layaknya sebuah nama film, final destination.

“Uhhh, akhirnya sampai juga” ucap rangga sambil melihat suasana stasiun
Langit saat itu masih cukup terang, walaupun matahari sudah mulai kelelahan dan nampak ingin terbenam. Segera ku melangkah menuju tempat yang telah terencana.

Matahari masih bijaksana, menurunkan itensitas cahayanya dan membiarkan dirinya digantikan bulan untuk menghiasi langit malam, sedangkan bintang masih sama, sulit digapai dengan tangan, hanya bisa dilihat gemerlap cahayanya dari kejauhan.

“Aku tenggelam dalam lamunan, kupejamkan mata, anganku melayang, kepada sebuah kenangan, begitu kejamnya pikiran, mengingat kan waktu kejadian masa lalu, nama itu kembali muncul, muncul di benakku, meyayat hati sewaktu-waktu.”

Salah satu bagian dari novel garis waktu karya fiersa bersari yang sangat relevan dengan apa yang aku alami saat ini.

MENEMUKAN DIA

Mentari mulai menunjukkan eksistensi nya, sejuknya udara, menemani pagi di jogjakarta, hari ini hari sabtu, aku berniat menyusuri jalan Malioboro, sebuah jalan yang sudah terkenal dari jaman kolonial.

Banyak wisatawan lain yang berlalu lalang, adapula musisi jalan yang membuat suasana makin ramai, pedagang kaki lima pun berbaris rapih menjajakan segala macam makanan dan minuman, sementara trotoar disini dihias sana sini dan ada sebuah spot menarik tempat wisatawan untuk berdiri dihadapan kamera untuk eksis di dunia maya.

Sebuah keunikan satu lagi, kini datang dari sarana transportasi, karena bukan hanya taksi tetapi juga ada becak yang siap mengantarkan pergi sana sini.

Rencana ku pagi ini dilanjutkan dengan berkunjung ke Merapi Park, sebuah tempat wisata yang menghadirkan landmark terkenal dari berbagai penjuru dunia, mulai dari menara Eiffel sampai patung liberty. Setelah berkeliling, aku memutuskan untuk segera duduk di bangku panjang yang telah disediakan, memperhatikan beberapa gelagat wisatawan yang masih semangat meski sinar matahari sangat sexi siang ini.

Tiba tiba ada seorang wanita menghampiri, lalu melemparkan sebuah senyuman, akhirnya tuhan mempertemukan kita, sebuah pertemuan yang tak pernah direncanakan. Kemudian wanita itu membuka mulutnya, mengeluarkan kata, 

“Rangga, aku gak nyangka kita bisa ketemu lagi, tapi kok kamu gak ngabarin aku sih kalo mau ke jogja, kan aku bisa jadi tour guide kamu disini?” tentu aku mengenali siapa wanita itu, ialah shely, yang pernah aku sebut sebelumnya. Lalu percakapan berlanjut dengan jawabanku. “Iya aku pikir kamu punya kegiatan lain, jadi aku gak hubungin karena takut ganggu”

Obrolan terus berlanjut, membicarakan beberapa kilas balik peristiwa, mungkin kamu lebih mengenalnya dengan sebutan flashback. Selagi mulut berbicara, disertai mata yang melihat kearahnya, hatipun kutugaskan untuk membuka, membuka kesempatan untuk lebih mengenalnya, membangun sebuah persepsi agar bisa dijadikan alasan hati menghadirkan cinta yang menjadi efek domino dari terpesona.

Perjalanan berlanjut, kali ini aku tidak sendiri, karena shely masih setia mendampingi, ia juga yang menentukan arah kemana aku harus melangkah, ternyata ke pasar rupanya, disana kami tidak berlama lama, karena ternyata shely hanya membelikan ku sebuah kotak berisikan hadiah yang nantinya akan diberikan kepadaku, tapi tidak sekarang, biar surprise katanya.
_______________

MENIKMATI SENJA YOGYAKARTA

Yang membuat daerah ini istimewa ternyata bukan hanya dilukiskan dari sejarah yang luar biasa, akan tetapi juga keindahan alam yang tetap terjaga, semoga.

Matahari mulai condong kearah barat, tanda bumi sebentar lagi akan gelap. Sementara Sore itu pikiranku menembus ruang imaji, terbawa rona merah yang indah dibalik awan yang lembut, senja di Yogyakarta.

“Rangga, tempat ini namanya candi ratu boko, biasanya aku kesini sama orang spesial, untuk melihat senja indah di bumi Yogyakarta” ucap shely.

“Ohh berarti kamu sering kesini dong ya ditemani orang spesial mungkin sama pacar kamu ya” ujar rangga.

“iya itu dulu, sekarang kamu”
“Ohh oke” Rangga hanya tersenyum tipis mendengar perkataan shely itu.

Kami sama sama menikmati suasana melihat matahari yang didampingi dengan keindahan sekitarnya, lalu aku berkata tanpa suara.

“Tidak ada yang perlu diterka, karena semua telah melaksanakan perannya. Lambat laun jarak akan memberikan jeda. Waktu akan menciptakan sebuah rasa. Dan keadaan akan berubah sebagaimana mestinya. Bersiaplah untuk menyusun setiap kejadian yang datang agar menjadi sebuah cerita lengkap dikemudian hari berikutnya. Tetap positif dengan sebuah rencana. Karena senja akan datang, meski dengan suasana berbeda”
_______________

Kini langit semakin gelap, sementara bulan mulai menanjak cakrawala, luar biasa, bulan purnama. Cukup lelah hari ini kaki melangkah, menyusuri keindahan dataran Yogyakarta.

“Rangga kamu mau balik ke tempat penginapan apa gimana nih?” tanya shely
“hmm, sebenernya sih udah capek, Cuma kayanya aku mau nikmatin kopi dulu deh” jawab rangga
“Ohh suka kopi juga ternyata, sama dong kita, yaudah ikut aku yuk”
“kemana” Rangga bertanya, “udah ikut aja” itu jawabannya.
_______________

Cukup jauh ternyata, shely membawa ku ke salah satu kafe, aku tidak tau persis apa menunya, yang jelas ada tulisan dibangunanya, yang mungkin itu nama kafenya, Legend Coffe.

Disana kami menikmati suasana sambil ditemani secangkir kopi khas nusantara.
“kamu kenapa suka kopi sidakalang?”
“ohh, aku suka karena kopi ini punya aroma yang khas, apalagi tingkat keasamannya rendah, jadi aman buat orang yang punya masalah lambung”
Hahaha, sebuah percakapan yang lebih mirip iklan di televisi.

Mata ku kini memperhatikan bulan purnama yang rupawan, dihiasi bintang yang tak tertutup awan. Lalu aku membuka pembicaraan.

“Shel liat deh bulan itu”
“Wih bulannya lagi sempurna”

"Kamu tau gak shel, matahari dan bulan, meski berjauhan namun mereka saling support satu sama lain, dan mereka sadar bahwa bersatu bukanlah pilihan yang tepat, tapi meski begitu, mereka tetap semangat ya, menghiasi langit bumi dipagi dan malam hari. Banyak orang mengatakan mereka memperebutkan bumi, justru karena bumi lah mereka berjanji untuk tidak saling mendekati, mereka berdua saling menghargai. Dan kamu tau, mereka itu tak ingin dipuji, justru harusnya kamu lihat, tapi coba lihat di bumi begitu banyak orang yang mencaci, bahkan tak menganggap mereka itu penting, dan hanya saat tertentu saja, masyarakat bumi memanfaatkan mereka, untuk keperluan isi yang ada didalamnya. Tapi tak apa, matahari tetap lapang dada, karena mereka akan tetap setia, walau pada akhirnya, mereka tau bahwa akan sirna, lalu menunjukkan harga dirinya, dan disitulah kamu lihat, bagaimana masyarakat bumi menderita." 

Sepertinya shely paham bagaimana cara mendengarkan pendapat seseorang dengan baik, karena ia terus memperhatikan setiap kata yang terucap, kemudian ia bertanya.

"Ternyata kamu masih jago ya, buat kalimat puitis kaya gitu, tapi aku mau nanya deh….. mengapa matahari begitu cepat meninggalkan bumi?

"Sebetulnya begini matahari itu memiliki keikhlasan yang luar biasa, ia hadir bukan untuk dipandang mata, bahkan bulan yang selama ini orang bilang menemani kita disaat kegelapan, akan tanpa daya bila tak ada matahari yang berdiri di belakangnya. Sepertinya bamyak manusia harus belajar membuka mata, bahwa pengorbanan itu tak selamanya harus ditunjukan, ada kalanya mereka bergerilya, demi hasil yang tak kalah sempurnanya. Seandainya matahari egois untuk terus menampilkan dirinya, percayalah, penyesalan sudah pasti didepan mata" Ujar Rangga sambil memandangi terangnya rembulan.

“Aku bingung harus ngomong apa ngga, hahaha”
_______________

MASA LALU YANG KEMBALI DATANG

Keesokan harinya, aku kembali sibuk menulis sebuah catatan, yang mungkin nantinya akan menjelma menjadi sebuah karangan. Tiba-tiba ada suara langkah kaki datang, disertai suara wanita yang menggema, sepertinya aku sangat familiar dengan suara itu, suara yang hanya dimiliki oleh manusia pemilik senyuman bidadari.

Suara itu semakin dekat, jantungku pun semakin berdebar penasaran menunggu siapa yang datang.

*Tok tok tok (bunyi suara pintu)
Kakiku melangkah kearah pintu, kemudian tangan menggapai gagangnya, dan membuka secara perlahan.

Sungguh aku tak menyangka, orang yang pernah memberiku rasa dan menanam cinta dalam diri, yang kemudian memberi rasa kecewa tak terduga, kini hadir kembali di depan mata. Ia Erina Gita.

“Gita…”
Tubuhku mematung, dan masih tak percaya bahwa dia datang kembali menemuiku. Kemudian aku persilahkan duduk. Selang berapa lama ia mulai berbicara.

Sebuah kalimat basa basi ia lontarkan, “Rangga, apa kabar?” harusnya ia tau, bahwa ketika ia meninggalkanku, sejak saat itu juga aku jatuh sakit, sakit rindu.

Lalu dia menjelaskan panjang lebar, alasan ia pergi meninggalkanku waktu itu. Cinta yang dulu aku kubur bersama kenangan, kini mulai tergali, seiring dengan pembicaraan yang terus menggema dalam ruangan.

Air mata jatuh secara perlahan dari kedua mata yang indah milik dia, sementara aku, tak mampu berbuat banyak, hanya mencermati setiap ucapannya, aku bingung harus bagaimana.
Lalu aku biarkan tubuhku dipeluknya, sungguh aku pun tak tega, akhirnya aku berkata, sudahlah git, kita tentu punya keinginan, tapi keadaan punya kenyataan.

Pelukan itu cukup lama, bahkan bertahan sampai shely datang membawakan ku sarapan.
“Rangga!!!” aku dengar shely ngomong begitu. Aku kaget dan tak mampu berbuat banyak, sementara gita, melepas pelukannya dan menengok ke arah belakang melihat kearah shely yang baru datang.

Kemudian aku berjalan mendekat kearah shely, *plak sebuah tamparan keras menabrak pipi kananku, aku menatap wajahnya, lalu bertanya, “kamu kenapa?” Ia tak menjawab, dan hanya menaruh sarapan yang ia bawa di depan pintu, kemudian pergi.
Lalu Gita mengampiri dan berkata, “kamu gpp?”
_______________

Malamnya aku terus memikirkan shely, “apakah dia cemburu? Lantas apa alasan ia begitu, apa dia menyimpan rasa untukku?”

Tanpa pikir panjang, aku langsung menghubungi nya, dengan mengirimkan pesan singkat, “shel maafin aku ya, besok aku mau pulang ke Jakarta, semoga hubungan kita tetap baik baik aja” sudah kuduga, tak akan ada balasan.
_______________

Pagi harinya aku kaget karena ternyata shely sudah menunggu, bahkan menyiapkan ku sarapan yang kini ia masak sendiri. Ia terus memandangiku bahkan ketika aku masih terpejam.

Kemudian ada suara yang menggema dalam telinga yang mau tak mau membuat mata perlahan terbuka “Rangga...bangun… katanya mau pulang ke Jakarta” kira kira begitulah katanya.

Shely datang untuk meminta maaf karena telah menampar ku kemarin, aku tau bahwa ada alasan dibalik penamparan itu, tapi aku tak mau bertanya, dan hanya menjelaskan kejadian sebenarnya, bahwa gita itu mantan pacarku yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan pria pilihan keluarga nya, dan aku pun berkata bahwa sudah tidak ada cinta yang tersisa untuknya.

Aku juga berkata, bahwa kalaupun gita berkata untuk meminta kembali membangun cinta kami berdua, aku dengan tegas berkata, CINTA ITU TELAH BINASA, terima kasih telah membuat aku kecewa.

Aku pun menatap shely dan memegang kedua pundaknya, seraya berkata, “aku tidak mungkin kembali kepadanya, karena… aku mencintaimu tanpa karena”

Shely tersenyum lebar kemudian ia memeluku dan berkata, makasih ya rangga.
_______________

Shel, aku tinggal dulu ya, aku harus pulang ke Jakarta, apalagi aku masih harus kuliah, kemudian ia berkata, iya gpp kamu hati hati ya.
Oh iya lupa, ini kado yang waktu itu aku beli buat kamu, semoga kamu suka ya.

Kemudian rangga berkata, Makasih ya.
Aku melangkah menuju kereta, aku duduk dan mencoba membuka kado yang diberikan shely waktu itu.

Ternyata ada surat di dalam nya.

Teruntuk rangga,

Aku tak tau kenapa cinta datang begitu saja, hanya butuh satu hari kau mampu membuat hatiku berkata… Rangga..

Tamparan kemarin menjadi bukti ada cinta yang sebenarnya tersembunyi, rasakan saja!! agar kau merasakan kemarahan wanita yang sedang cemburu buta.

Tapi kemudian aku berfikir, dan menjalin komunikasi dengan hati, kemudian kami berkompromi, dan memutuskan untuk lebih bijaksana lagi, dalam menilai cinta.

Tatapan mu yang sederhana membuat aku semakin yakin bahwa jika kita saling cinta, maka kita akan bahagia. Ternyata sesederhana itulah ungkapan perasaan cinta yang tidak ternilai, yang hanya bisa terlihat dari 2 tatapan mata yang saling pandang tanpa kata-kata dalam jeda waktu yang lama.

Kau boleh pergi kemanapun yang kamu mau, tapi tolong bawa juga hatiku untuk terus bersamamu.

Aku janji, akan tetap disini dengan nama dan perasaan yang sama, meski kau kembali dengan rentang waktu yang lama.

Aku tak tau apakah aku harus jujur dan menyatakakan, bahwa, akan aku persembahkan cinta untukmu… Rangga…

ShelySang Pengagum Jarak.
_______________

Aku masih terkejut dan tak menyangka bahwa dia juga memiliki rasa yang sama, selain surat ia juga memberikan ku sebuah jam tangan, sepertinya ia menyuruhku untuk melepas jam tangan masa lalu, menggantikan nya dengan yang baru.

CATATAN LUSUH BERISIKAN CERITA MASA LALU

Aku yang sedari tadi membaca cerita yang pernah aku tuliskan dulu, kadang tersenyum bahkan tertawa membayangkan betapa bodohnya aku masa itu. Kini yang aku tau, Erina gita telah lama menikah, sementara diriku sudah hidup bahagia, dengan wanita yang kutemukan di Jogjakarta.


~SELESAI~
Baca Juga:

Tentang Penulis

Hidup adalah untaian makna dari kata yang ditulis semesta

4 komentar

  1. Cerpennya menarik sekali! 😁 sayang ya tapi, karena ini cerpen yg terakhir. Padahal aku masih penasaran kelanjutannya
    1. Ditunggu saja kak, karya karya selanjutnya, terima kasih telah menjadi pembaca setia tweetilmu
  2. Yah kok cerpennya berakhir... Padahal masih pengen baca loh kak, soalnya cerpennya bagus
    1. Ditunggu aja ya cerpen cerpen selanjutnya, :)
Mari kita diskusikan bersama...
Gunakanlah kata-kata yang sopan, dengan tidak menggunakan unsur-unsur kekerasan, sara, dan menyudutkan seseorang. Terima Kasih
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
[]